Ketua Umum
Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Muhammad Arief Rosyim
mengatakan, krisis multidimensi yang datang silih berganti bisa segera
diselesaikan.
Namun, kata Arief, harus ada beberapa langkah yakin optimisme akan masa depan
Indonesia dan akselerasi untuk keluar dari masalah harus terus digalakkan.
Sehingga Indonesia bisa menjadi bangsa yang besar di masa yang akan datang.
"Kita tidak mungkin menutup mata akan sumber daya alam yang melimpah
dengan jumlah penduduk yang besar ini," kata Arief, melalui rilis yang
diterima, Minggu (29/12/2013).
Menurutnya, permasalahan kenegaraan yang sedang dialami bangsa ini membuat
banyak kalangan menjadi sanksi akan masa depan Indonesia. Dari waktu ke waktu
gelombang pesimisme terhadap urgensi identitas sebagai bangsa Indonesia
nampaknya semakin massif. "Gambaran paling gemilang bisa kita lihat dari
semakin intensnya gejolak saparatisme di beberapa daerah," ujarnya.
Dijelaskannya, melihat ketimpangan pembangunan di Indonesia juga menjadi isu
yang cukup krusial, bahkan jika menggunakan standar pertumbuhan (grouth) dalam
menilai proses pembangunan dengan serangkaian indikator makro yang menunjukkan
performa ekonomi yang mengesankan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia kuartal III-2013 mencapai 5,62 persen atau tumbuh sebesar 2,96 persen
apabila dibandingkan dengan kuartal II-2013. Sehingga secara kumulatif, pada
Januari-September 2013, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,83 persen. "Secara
umum pertumbuhan ekonomi Indonesa periode 2009-2013 mencapai rata-rata 5,59 persen
pertahun yang merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua setelah
China," imbuhnya.
Namun demikian, menurut Arief, pertumbuhan ekonomi yang cukup membaik tersebut
tidak diimbangi perbaikan angka ketimpangan yang semakin melebar. Disebutkan,
angka ketimpangan itu dapat dilihat dari rasiogini yang terus meningkat dari
tahun-ke tahun. Pada 2008-2009 misalnya gini ratio berada diangka 0,37,
kemudian naik di tahun 2010 menjadi 0,38, dan meningkat lagi menjadi 0,41 pada
2011.
"Ketimpangan ini tampaknya diaminkan oleh pola kebijakan yang memberikan
kue yang lebih besar untuk daerah di bagian barat Indonesia," kritiknya.
Lebih jauh, Arief menambahkan, bahwa dari sebaran kawasan industri di Indonesia
semunya terkonsentrasi di kawasan barat Indonesia. Hal ini menyebabkan
meningkatnya ketimpangan pembangunan antar wilayah.
"Walhasil sumbangan pulau Jawa dan Sumatera menjadi sangat dominan pada
total PDB. Sangat wajar jika Indonesia bagian Barat menjadi semacam magnet
untuk menimbulkan arus urbanisasi yang sangat besar. Tinggallah kawasan Timur
Indonsia berada kursi pasakitan dna dicap sebagai daerah tertinggal padahal di
atas kertas wilayah ini snagat kaya akan sumber daya alam," pungkasnya.
(cns)