Selasa, 31 Desember 2013

Krisis Multidimensi di Indonesia Masih Belum Diselesaikan



Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Muhammad Arief Rosyim mengatakan, krisis multidimensi yang datang silih berganti bisa segera diselesaikan.

Namun, kata Arief, harus ada beberapa langkah yakin optimisme akan masa depan Indonesia dan akselerasi untuk keluar dari masalah harus terus digalakkan. Sehingga Indonesia bisa menjadi bangsa yang besar di masa yang akan datang.

"Kita tidak mungkin menutup mata akan sumber daya alam yang melimpah dengan jumlah penduduk yang besar ini," kata Arief, melalui rilis yang diterima, Minggu (29/12/2013).

Menurutnya, permasalahan kenegaraan yang sedang dialami bangsa ini membuat banyak kalangan menjadi sanksi akan masa depan Indonesia. Dari waktu ke waktu gelombang pesimisme terhadap urgensi identitas sebagai bangsa Indonesia nampaknya semakin massif. "Gambaran paling gemilang bisa kita lihat dari semakin intensnya gejolak saparatisme di beberapa daerah," ujarnya.

Dijelaskannya, melihat ketimpangan pembangunan di Indonesia juga menjadi isu yang cukup krusial, bahkan jika menggunakan standar pertumbuhan (grouth) dalam menilai proses pembangunan dengan serangkaian indikator makro yang menunjukkan performa ekonomi yang mengesankan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III-2013 mencapai 5,62 persen atau tumbuh sebesar 2,96 persen apabila dibandingkan dengan kuartal II-2013. Sehingga secara kumulatif, pada Januari-September 2013, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,83 persen. "Secara umum pertumbuhan ekonomi Indonesa periode 2009-2013 mencapai rata-rata 5,59 persen pertahun yang merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua setelah China," imbuhnya.

Namun demikian, menurut Arief, pertumbuhan ekonomi yang cukup membaik tersebut tidak diimbangi perbaikan angka ketimpangan yang semakin melebar. Disebutkan, angka ketimpangan itu dapat dilihat dari rasiogini yang terus meningkat dari tahun-ke tahun. Pada 2008-2009 misalnya gini ratio berada diangka 0,37, kemudian naik di tahun 2010 menjadi 0,38, dan meningkat lagi menjadi 0,41 pada 2011.

"Ketimpangan ini tampaknya diaminkan oleh pola kebijakan yang memberikan kue yang lebih besar untuk daerah di bagian barat Indonesia," kritiknya.

Lebih jauh, Arief menambahkan, bahwa dari sebaran kawasan industri di Indonesia semunya terkonsentrasi di kawasan barat Indonesia. Hal ini menyebabkan meningkatnya ketimpangan pembangunan antar wilayah.

"Walhasil sumbangan pulau Jawa dan Sumatera menjadi sangat dominan pada total PDB. Sangat wajar jika Indonesia bagian Barat menjadi semacam magnet untuk menimbulkan arus urbanisasi yang sangat besar. Tinggallah kawasan Timur Indonsia berada kursi pasakitan dna dicap sebagai daerah tertinggal padahal di atas kertas wilayah ini snagat kaya akan sumber daya alam," pungkasnya.
(cns)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar